Sabtu, 19 November 2011

unsur hara makro tanaman

Unsur Hara Makro yang Dibutuhkan Tanaman

Secara alami, sebenarnya unsur hara makro sudah tersedia dalam tanah, namun dalam keadaan tertentu perlu campur tangan manusia agar ketersediaanya menjadi cukup.  Dalam bahasa sederhananya, perlu adanya pemupukan pada tanaman.
Saat ini, pupuk yang beredar sangatlah banyak.  Namun, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu pupuk alami dan pupuk buatan.  Ada pula yang membaginya menjadi pupuk organik dan anorganik.  Ada yang dibuat secara massal oleh pabrik, ada juga yang hanya menggunakan sentuhan tradisional, bahkan ada yang tidak diolah sama sekali.
Sebenarnya yang dibutuhkan oleh tanaman adalah unsur hara yang terkandung dalam tanah, maupun dalam pupuk yang Anda berikan.  Unsur hara tersebut ada yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak, ada pula yang diperlukan hanya dalam jumlah yang sedikit.  Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tanaman, itulah yang disebut unsur hara makro.  
Sebenarnya yang dibutuhkan oleh tanaman adalah unsur hara yang terkandung dalam tanah, maupun dalam pupuk yang Anda berikan.  Unsur hara tersebut ada yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak, ada pula yang diperlukan hanya dalam jumlah yang sedikit.  Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tanaman, itulah yang disebut unsur hara makro.  

1.  Nitrogen (N)
Nitrogen memiliki peran utama bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, terutama batang, cabang, dan daun.   Nitrogen juga berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun, yang berperan penting  dalam proses fotosintesis.   Nitrogen dapat membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik yang lain.
2.  Posfor (P)
Posfor berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda.   Posfor digunakan sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein, membantu asimilasi dan pernapasan sekaligus mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah.
3.  Kalium (K)
Kalium membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat tubuh tanaman, sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur.   Kalium berperan sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi kekeringan dan penyakit yang menyerang.
4.  Kalsium (Ca)
Kalsium berfungsi merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang tanaman sekaligus merangsang pembentukan biji.
5.  Magnesium (Mg)
Magnesium memiliki peran untuk mewujudkan hijau daun yang sempurna dan terbentuk karbohidrat, lemak dan minyak-minyak.
6.  Sulfur (S)
Sulfur atau dikenal juga dengan nama belerang. berperan dalam pembentukan bintil-bintil akar serta membantu pertumbuhan anakan.
Jika Anda cermati, unsur hara makro tersebut sangat diperlukan oleh tanaman.  Oleh karena itu, jangan sampai tanaman kesayangan kita kekurangan salah satu unsur makro yang sangat penting ini.  Tentu saja, Anda perlu memberikan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.




kompos limbah organik


PENGOMPOSAN LIMBAH
ORGANIK


         kompos didefinisikan sebagai berikut: Kompos adalah hasil dekomposisi
dari campuran bahan-bahan organik oleh pupulasi berbagai macam mikroba dalam konsisi lingkungan yang hangat, lembab.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
Peneliti pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor
 1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah


Bahan-bahan
kompos
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah- limbah pertaniah, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Memahami dengan baik proses pengomposan sangat penting untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik.
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu.  Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.  Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak
ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba
menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.  Gambar 5. Perubahan suhu dan jumlah mikroba selama proses pengomposan Tabel 1. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan Kelompok Organisme Organisme Jumlah/g kompos Mikroflora Bakteri Aktinomicetes Kapang 108 -109 105 – 108 104 – 106 Mikrofauna Protozoa 104 – 105 Makroflora Jamur tingkat tinggi Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan



Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang memperngaruhi
antara lain:
 
1.Rasio C/N (40:1 Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein.)
2. Ukuran partikel (luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan  tersebut)
3. Aerasi (mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos)
4. Porositas(ruang antar bahan)
5. Kandungan air (Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba)
6. Suhu (Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat)
7. Ph (pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5)
8. kandungan hara (Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan)
9. kandungan bahan-bahan berbahaya (Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr)


Bagaimana mengetahui kompos yang sudah matang 
Stabilitas dan kematangan kompos adalah beberapa istilah yang sering dipergunakan untuk menentukan kualitas kompos. Stabil merujuk pada kondisi kompos yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi dan hara tanaman secara perlahan (slow release) dikeluarkan ke dalam tanah. Stabilitas sangat penting untuk menentukan potensi ketersediaan hara di dalam tanah atau media tumbuh lainnya. Kematangan adalah tingkat kesempurnaan proses pengomposan.  Pada kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah terdekomposisi membentuk produk yang stabil.  Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium untuk atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :
1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.
Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang.
3. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening.  Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.

4. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif.
5. Kandungan air kompos
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan kurang lebih 55-65%. Cara mengukur
kandungan air kompos adalah sebagai berikut:
• ambil sampel kompos dan ditimbang
• kompos dikeringkan di dalam oven atau microwave hingga beratnya konstan, kompos
ditimbang kembali



 






Mengelola sampah menjadi kompos


PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN MEMBUATNYA MENJADI KOMPOS

Salah satu dari pola hidup hijau yang dapat kita laksanakan adalah mengelola sampah organik rumah tangga, dengan membuatnya menjadi kompos. Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organik. Pembuatannya tidak terlalu rumit, tidak memerlukan tempat luas dan tidak memerlukan banyak peralatan dan biaya. Hanya memerlukan persiapan pendahuluan, sesudah itu kalau sudah rutin, tidak merepotkan bahkan selain mengurangi masalah pembuangan sampah, kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sendiri, tidak perlu membeli. Mari membuat kompos skala rumah tangga. Pertama, pilahkan sampah organik ( sampah dapur dan halaman ) dan sampah non organik, komposisi terbesar dari sampah rumah tangga sekitar 70% sebenarnya adalah sampah organik dan ini bisa ditahan' di rumah, dan diolah menjadi kompos. Jenis sampah organik yang bisa diolah menjadi kompos itu adalah :
1. sampah sayur baru
2. sisa sayur basi, tapi ini harus dicuci dulu, peras, lalu buang airnya
3. sisa nasi
4. sisa ikan, ayam, kulit telur
5. sampah buah ( anggur, kulit jeruk, apel dll ). Dalam keadaan terpotong2. tidak termasuk kulit buah yang keras seperti kulit salak.  Sampah organik yang tidak bisa diolah :
6.protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak, santan, susu (karena mengundang lalat sehingga tumbuh belatung )
7. biji2 yang utuh atau keras seperti biji salak, asam, lengkeng, alpukat dan sejenisnya.
8. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair seperti pepaya, melon, jeruk, anggur.
Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah, zat makanan yang diperlukan tumbuhan akan tersedia. Mikroba yang ada dalam kompos akan membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Tanah akan menjadi lebih gembur. Tanaman yang dipupuk dengan kompos akan tumbuh lebih baik. Pengomposan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah padat organik (organik solid waste) yang dapat diterapkan di Indonesia, mengingat bahan baku terutama sampah perkotaan (municipal waste) tersedia berlimpah, dan teknologi tepat guna untuk proses pengomposan pun telah cukup dikuasai. Dari sisi kepentingan lingkungan, pengomposan dapat mengurangi volume sampah perkotaan yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), karena sebagian di antaranya khususnya sampah
      padat organik dimanfaatkan ulang dan diolah menjadi kompos.Dari sisi ekonomi, pengomposan sampah padat organik mengandung arti, bahwa barang yang semula tidak memiliki nilai ekonomis dan bahkan memerlukan biaya yang cukup mahal untuk menanganinya serta akhir-akhir ini sering menimbulkan masalah sosial, ternyata dapat diubah menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis cukup menjanjikan.

PEMAHAMAN TENTANG KOMPOS
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional. Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam-macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, buaday orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera si pembuat.  Yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah:
a. Kelembaban timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
b. Aerasi timbunan. Aerasi berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena menguap berupa NH3.
c. Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60 0C). Selama pengomposan selalu timbul panas sehingga bahan organik yang dikomposkan temparaturnya naik; bahkan sering temperatur mencapai 60 0C. Pada temperatur tersebut mikrobia mati atau sedikit sekali yang hidup. Untuk menurunkan temperatur umumnya dilakukan pembalikan timbunan bakal kompos.
d. Suasana. Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asamasam organik, sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman.
e. Netralisasi kemasaman sering dilakukan dengan menambah bahan pengapuran misalnya kapur, dolomit atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisasi tetapi juga menambah hara Ca, K dan Mg dalam kompos yang dibuat.
f. Kadangkadang untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas kompos, timbunan diberi pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan mikrobia yang cepat memerlukan hara lain termasuk P. Sebetulnya P disediakan untuk mikrobia sehingga perkembangannya dan kegiatannya menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan karena kadar P dalam kompos lebih tinggi dari biasa, karena residu P sukar tercuci dan tidak menguap.

 MANFAAT KOMPOS
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fiisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buahbuahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 56 bulan. Kompos membuat rasa buahbuahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut secara masingmasing. Selain itu, air lindi yang dianggap mencemarkan sumur di lingkungan TPA dapat dijadikan pupuk cair atau diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke saluran umum. Keuntungan lainnya dengan dihilangkannya TPA (tempat pembuangan akhir) dan diganti dengan TPK (tempat pengolahan kompos) alias pabrik kompos, lahan untuk sampah ini tidak berpindahpindah, cukup satu tempat untuk kegiatan yang berkesinambungan. Bagaimana Kompos Terjadi? Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 4 – 6 minggu sudah jadi. Apabila sampah organik ditimbun saja, baru berbulanbulan kemudian menjadi kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas krn aktivitas mikroba. Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 4565C.Jika terlalu panas harus dibolakbalik, setidaktidaknya setiap 7hari.

KANDUNGAN HARA
Kompos yang baik mengandung unsur hara makro Nitrogen > 1,5 % , P2O5 (Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro lainnya. C/N ratio antara 1520 , diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk kepentingan bisnis, pupuk kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek dan supply yang berkesinambungan. Pupuk kompos untuk tanaman organik, jika unsur haranya kurang dapat ditambah dengan bahan organik lainnya. Nitrogen dapat ditambahkan urine ternak, mikroba pengikat Nitrogen, pupuk organik yang berasal dari hewani seperti ikan, darah, dll. Phosphat dapat ditambahkan dari pupuk guano atau rock phosphat, dapat juga dicampurkan dengan mikroba pelepas phosphat. Kalium dapat ditambahkan dari arang/abu batok kelapa/kelapa sawit, abu bekas incenerator, dll. Pupuk kompos yang tidak diperuntukkan bagi tanaman organik, selain dari campuran di atas dapat pula diberikan campuran dengan pupuk buatan. Jadi, pupuk seperti ini hanya dipergunakan untuk tanaman nonorganik. Karena bahan baku sampah tidak tetap, diperlukan campuran dengan bahan lain agar kualitasnya terjaga. Quality control harus diterapkan di sini, sehingga orang yang membeli benarbenar puas.