PENGELOLAAN
SAMPAH DENGAN MEMBUATNYA MENJADI KOMPOS
Salah satu dari pola hidup hijau yang dapat kita
laksanakan adalah mengelola sampah organik rumah tangga, dengan membuatnya
menjadi kompos. Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organik. Pembuatannya
tidak terlalu rumit, tidak memerlukan tempat luas dan tidak memerlukan banyak peralatan
dan biaya. Hanya memerlukan persiapan pendahuluan, sesudah itu kalau sudah
rutin, tidak merepotkan bahkan selain mengurangi masalah pembuangan sampah,
kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sendiri, tidak perlu membeli. Mari
membuat kompos skala rumah tangga. Pertama, pilahkan sampah organik ( sampah
dapur dan halaman ) dan sampah non organik, komposisi terbesar dari sampah
rumah tangga sekitar 70% sebenarnya adalah sampah organik dan ini bisa ditahan'
di rumah, dan diolah menjadi kompos. Jenis sampah organik yang bisa diolah
menjadi kompos itu adalah :
1. sampah sayur
baru
2. sisa sayur
basi, tapi ini harus dicuci dulu, peras, lalu buang airnya
3. sisa nasi
4. sisa ikan,
ayam, kulit telur
5. sampah buah ( anggur, kulit jeruk, apel dll ). Dalam
keadaan terpotong2. tidak termasuk kulit buah yang keras seperti kulit salak. Sampah organik yang tidak bisa diolah :
6.protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak,
santan, susu (karena mengundang lalat sehingga tumbuh belatung )
7. biji2 yang utuh atau keras seperti biji salak, asam,
lengkeng, alpukat dan sejenisnya.
8. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair
seperti pepaya, melon, jeruk, anggur.
Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah, zat
makanan yang diperlukan tumbuhan akan tersedia. Mikroba yang ada dalam kompos
akan membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Tanah akan
menjadi lebih gembur. Tanaman yang dipupuk dengan kompos akan tumbuh lebih baik.
Pengomposan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah padat organik
(organik solid waste) yang dapat diterapkan di Indone‐sia, mengingat bahan baku terutama sampah perkotaan
(municipal waste) tersedia berlimpah, dan teknologi tepat guna untuk proses
pengomposan pun telah cukup dikuasai. Dari sisi kepentingan lingkungan,
pengomposan dapat mengurangi volume sampah perkotaan yang dibuang ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), karena sebagian di antaranya khususnya sampah
padat organik
dimanfaatkan ulang dan
diolah menjadi kompos.Dari sisi ekonomi, pengomposan sampah padat organik
mengandung arti, bahwa barang yang semula tidak memiliki nilai ekonomis dan bahkan
memerlukan biaya yang cukup mahal untuk menanganinya serta akhir-akhir ini sering menimbulkan masalah sosial, ternyata
dapat diubah menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis cukup
menjanjikan.
PEMAHAMAN TENTANG KOMPOS
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh
mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah.
Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan
kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki
nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama,
sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena
menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan
fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi.
Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat
dibandingkan cara konvensional. Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan
kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang
dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik
disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah
pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam-macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, buaday orang,
mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia
dan selera si pembuat. Yang perlu
diperhatikan dalam proses pengomposan ialah:
a. Kelembaban
timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh
kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
b. Aerasi
timbunan. Aerasi berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu anaerob
mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau
terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke
dalam timbunan bahan yang dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif
banyak karena menguap berupa NH3.
c. Temperatur
harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60 0C). Selama pengomposan selalu
timbul panas sehingga bahan organik yang dikomposkan temparaturnya naik; bahkan
sering temperatur mencapai 60 0C. Pada temperatur tersebut mikrobia mati atau
sedikit sekali yang hidup. Untuk menurunkan temperatur umumnya dilakukan
pembalikan timbunan bakal kompos.
d. Suasana.
Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam‐asam organik, sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan
timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman.
e. Netralisasi
kemasaman sering dilakukan dengan menambah bahan pengapuran misalnya kapur, dolomit
atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisasi tetapi juga menambah hara Ca,
K dan Mg dalam kompos yang dibuat.
f. Kadang‐kadang untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas
kompos, timbunan diberi pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan
mikrobia yang cepat memerlukan hara lain termasuk P. Sebetulnya P disediakan
untuk mikrobia sehingga perkembangannya dan kegiatannya menjadi lebih cepat. Pemberian
hara ini juga meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan karena kadar P dalam
kompos lebih tinggi dari biasa, karena residu P sukar tercuci dan tidak
menguap.
MANFAAT KOMPOS
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia
dan fiisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman
hortikultura (buah‐buahan, tanaman
hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak
mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan
kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan,
tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada perikanan,
umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan
menjadi 5‐6 bulan. Kompos
membuat rasa buah‐buahan dan
sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong
perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan
pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum.
Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja akan menghasilkan produktivitas
yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan
memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling
melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada
penggunaan jenis pupuk tersebut secara masing‐masing. Selain itu, air lindi yang dianggap mencemarkan
sumur di lingkungan TPA dapat dijadikan pupuk cair atau diolah terlebih dahulu
sebelum dialirkan ke saluran umum. Keuntungan lainnya dengan dihilangkannya TPA
(tempat pembuangan akhir) dan diganti dengan TPK (tempat pengolahan kompos) alias
pabrik kompos, lahan untuk sampah ini tidak berpindah‐pindah, cukup satu tempat untuk kegiatan yang
berkesinambungan. Bagaimana Kompos Terjadi? Sampah organik secara alami akan
mengalami peruraian oleh berbagai jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah,
enzim dan jamur. Proses peruraian ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu,
udara dan kelembaban. Makin
cocok kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 4 – 6 minggu sudah
jadi. Apabila sampah organik ditimbun saja, baru berbulan‐bulan kemudian menjadi kompos. Dalam proses pengomposan
akan timbul panas krn aktivitas mikroba. Ini pertanda mikroba mengunyah bahan
organik dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan
adalah 45‐65C.Jika
terlalu panas harus dibolak‐balik, setidak‐tidaknya setiap 7hari.
KANDUNGAN HARA
Kompos yang
baik mengandung unsur hara makro Nitrogen > 1,5 % , P2O5 (Phosphat) > 1 %
dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro lainnya. C/N ratio antara
15‐20 , diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk
kepentingan bisnis, pupuk kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek
dan supply yang berkesinambungan. Pupuk kompos untuk tanaman organik, jika
unsur haranya kurang dapat ditambah dengan bahan organik lainnya. Nitrogen
dapat ditambahkan urine ternak, mikroba pengikat Nitrogen, pupuk organik yang
berasal dari hewani seperti ikan, darah, dll. Phosphat dapat ditambahkan dari
pupuk guano atau rock phosphat, dapat juga dicampurkan dengan mikroba pelepas
phosphat. Kalium dapat ditambahkan dari arang/abu batok kelapa/kelapa sawit,
abu bekas incenerator, dll. Pupuk kompos yang tidak diperuntukkan bagi tanaman
organik, selain dari campuran di atas dapat pula diberikan campuran dengan
pupuk buatan. Jadi, pupuk seperti ini hanya dipergunakan untuk tanaman nonorganik.
Karena bahan baku sampah tidak tetap, diperlukan campuran dengan bahan lain
agar kualitasnya terjaga. Quality control harus diterapkan di sini, sehingga
orang yang membeli benar‐benar puas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar